5 Langkah Strategis Meningkatkan Pangsa Pasar Perbankan Syariah

Oleh Yoki Kuncoro

Bank Indonesia, data pada Juni 2008, mempublikasikan bahwa total asset perbankan syariah masih sebesar 2,11 persen dibandingkan dengan total asset perbankan nasional. Hasil ini menunjukan bahwa perkembangan perbankan syariah masih cukup lambat bila melihat rentang waktu sejak bank syariah (Bank Muamalat) berdiri. Bahkan, target pangsa pasar 5 persen sampai akhir 2008 yang telah dicanangkan Bank Indonesia terancam gagal.

Karena itu, tema utama yang selalu menjadi perbincangan hangat bagi pelaku perbankan syariah adalah bagaimana cara yang tepat untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah. Ada lima langkah strategis yang coba saya usulkan sebagai sebuah solusi.

Pertama, bank syariah harus berani masuk ke pasar rasional dan mengakuisisi nasabah bank konvensional dengan strategi yang fokus mengkomunikasikan keuntungan fungsional.

Seperti pernah saya tulis sebelumnya, bank syariah harus fokus pada keuntungan fungsional atau mendasar seperti keamanan, ragam layanan produk, dan kemudahan. Ini berarti, perhatian bank syariah jangan tersita hanya sebatas mengkomunikasikan keuntungan emosional seperti terhindar dari riba. Mengapa? Karena kenyataannya, mayoritas masyarakat menganggap keuntungan fungsional juga sangat penting.

Contoh bank syariah yang sudah mulai fokus mengkomunikasikan keuntungan fungsional adalah Bank Muamalat. Hal ini dapat dilihat pada berbagai tayangan iklan produk Share saat bulan puasa ini.

Kedua, bank syariah jangan lagi hanya mengalokasikan seluruh sumber dayanya untuk melakukan komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan awareness. Karena awareness bank syariah telah tinggi. Yang masih rendah adalah pengetahuan nasabah akan produk-produk bank syariah.

Sesuai dengan tahapan pada hierarchy of effect model, bahwa setelah awareness, perusahaan perlu meberikan pemahaman (knowledge) yang jelas akan produk-produknya. Hal ini ditujukan agar masyarakat tidak lagi bertanya-tanya akan perbedaan produk bank syariah dengan produk bank konvensional. Sayangnya, masih sangat banyak masyarakat yang belum memahami produk bank syariah. Bahkan yang lebih fatal, ada masyarakat yang masih mempersepsikan sama antara bagi hasil dan bunga bank.

Ketiga, setiap strategi komunikasi yang dilakukan bank syariah perlu di-match-kan dengan tahapan-tahapan pada hierarchy of effect model. Misalnya, ketika di awal munculnya bank/produk syariah, maka strategi komunikasi lebih difokuskan pada peningkatan awareness. Tetapi ketika awareness telah tinggi, bank syariah perlu mengkomunikasikan berbagai keuntungan agar nasabah memiliki pemahaman (knowledge) akan produk bank syariah.

Pada tahap berikutnya, bank syariah perlu membuat strategi komunikasi yang dapat menciptakan ketertarikan (interest) nasabah akan produk bank syariah. Setelah nasabah tertarik, maka bank syariah harus lebih maju dalam membuat program komunikasi. Hal ini ditujukan agar tercipta nasabah dengan preferensi yang kuat untuk memanfaatkan atau memiliki rekening di bank syariah dibandingkan bank konvensional.

Terakhir, agar tidak sebatas trial dan akhirnya lepas lagi, bank syariah perlu membuat strategi relationship yang berkesinambungan agar nasabahnya menjadi pelanggan yang loyal dalam jangka panjang.

Kesemua hal tersebut perlu dilakukan agar dapat diketahui pada tahap mana strategi bank syariah dalam mengakuisisi nasabah konvensional menjadi pelanggannya. Dan, dapat menentukan strategi komunikasi apa yang tepat untuk setiap tahapannya.

Keempat, bank syariah perlu memanfaatkan peran influencer. Untuk mengakuisisi nasabah bank konvensional, tidak semudah membalikan telapak tangan. Misalnya dengan mem-borbardir melalui berbagai iklan dan promosi. Lalu, berharap nasabah bank konvensional akan langsung berpindah. Tidaklah sesederhana itu.

Diperlukan sebuah pemicu yang mampu menggerakan nasabah bank konvensional berpindah. Pemicu itu adalah orang-orang yang mampu memberi pengaruh besar, atau biasa disebut sebagai influencer. Influencer ini bisa berupa pemilik atau pemimpin perusahaan, pemimpin organsasi, atau pemimpin sekolah/pesantren.

Contoh bank yang sangat sukses memanfaatkan peran influencer adalah Bank Central Asia (BCA). Lihat saja, telah sejak lama perusahaan atau industri memiliki kebijakan agar karyawannya memiliki rekening BCA, walau dengan alasan pembayaran gaji atau payroll. Pada kasus ini, terlihat peran yang besar dari pemilik atau pemimpin perusahaan untuk membuat karyawannya menjadi nasabah BCA.

Namun, untuk memanfaatkan peran influencer perlu strategi pendekatan yang khusus. Karena para influencer ini adalah orang-orang yang sangat penting dan sangat sibuk dengan berbagai urusan. Karena itu, perlu ada strategi relationship marketing yang tepat dan bersifat jangka panjang. Bukan hanya dalam bentuk transactional yang sekadar mengambil manfaat sesaat.

Kelima, berikan layanan dalam bentuk produk-produk yang memberikan kemudahan, kecepatan, dan kenyaman. Berdasarkan riset MARS Indonesia, layanan menjadi salah satu faktor utama nasabah memilih bank.

Namun jangan tertipu. Layanan di sini bukan hanya dalam bentuk keramahan. Tetapi yang dimaksud nasabah adalah layanan dalam bentuk produk-produk yang mampu memberikan kemudahan, kecepatan, dan kenyaman. Untuk itu, bank syariah harus terus meningkatkan produk-produknya yang dapat memuaskan kebutuhan fungsional nasabah.

Akhirnya, bila kelima solusi ini dijalankan, maka bank syariah akan mampu mengkomunikasikan keuntungan emosional sekaligus keuntungan fungsional. Semoga kelima solusi singkat ini dapat membantu peran bank syariah dalam meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia. Amien***

Tulisan ini dibuat penulis untuk CEO MARS Indonesia dan diterbitkan di Sinar Harapan edisi Selasa, 9 September 2008

Software BMT Free Download…!

Leave a comment